top of page

Hidup Terapung


Hidup di laut itu tidaklah mudah. Mungkin itu yang dirasakan juga oleh nenek moyang kita sebagai seorang pelaut. Menahan teriknya matahari dan dinginnya malam seakan menjadi sebuah momok menakutkan yang masih diprediksi oleh sebagian orang perkotaan, bahkan untuk sekedar mencoba berlayar mengarungi negara perairan ini.

Jangan khawatir, kami tidak se-ekstrim itu untuk menjelajahi nusantara. Kapal jenis Angkut Tank Khusus MBT (Main Battle Tank) ini sangat handal sebagai tumpuan para penumpang Ekspedisi untuk berpindah lokasi. Bernama KRI Bintuni - 520. Nama kapal diambil dari sebuah teluk yang kaya akan nilai historis. Lebih kecil dari KRI Surabaya memang. Namun lebih menyenangkan untuk pribadi. Beberapa hal yang menjadi poin plus adalah lapangan badminton, kamar mandi lebih banyak, serta dua buah kantin sehingga lebih leluasa.

Agak berbeda, beberapa teman Ekspedisi masih mengisi kegiatan untuk persiapan pameran. Pameran Kaimana sebagai ajang pembuktian hasil keringat tim. Pengabdian selama lebih kurang total enam bulan akan segera dipajangkan kepada dunia luar. Menurut kabar yang beredar akan hadir para pejabat kementerian, pejabat militer, pejabat daerah serta masyarakat setempat Kaimana dan sekitarnya sebagai pihak yang diundang untuk menutup kegiatan ini. Dalam benak, sudah terbayang akan seramai apa Kaimana nantinya.

Kamis (12/4) kami bertolak dari Pelabuhan Sorong langsung estafet menuju Teluk Bintuni, Fak fak dan Kaimana. Layaknya angkutan kota, persinggahan di beberapa kabupaten tersebut dimaksudkan untuk menjemput rekan Ekspedisi lainnya. Saya beruntung bisa pesiar di tempat tersebut karena lebih awal bergabung di kapal dengan Tim Sorong dan Tambrauw.

Bagi pemabuk laut harap dapat memilih lokasi tepat karena goncangan kapal masih cukup terasa disini apalagi wilayah helipad. Tidak hanya disitu, terkadang kantin satunya bergetar kencang apabila mesin kapal sudah memulai aktivitasnya. Seiring berjalannya hari, personil tim mulai memenuhi KRI Bintuni termasuk tambahan militer maupun sipil dari daerah. Ramai sekali. Kamar yang terbatas menyebabkan hampir tiga perempat personil laki-laki menempati dek bawah untuk tidur bergabung dengan logistik. Tidur bersinggungan, bersosialisasi, makan bersama, sampai mencari senja sangat rutin dilakukan.

Berbagai peraturan mulai dari dilarang keras merokok di dalam ruangan sampai lokasi khusus penyimpanan senjata setiap hari diulang disebutkan dalam apel pagi malam. Lorong bersekat adalah tempat mandi kami. Pengalaman pertama mencoba mandi sambil jongkok karena letak kran setinggi lutut, menunggu atau ketika keramas air mendadak habis, tidak akan dilupa. Itulah keseharian unik hidup di kapal.

Bukan cuma berbagai hal 'unik' saja yang kurasakan ketika berlayar menuju pulau tertimur nusantara, namun keindahan sang senja. Matahari tenggelam seakan film telenovela yang selalu ditunggu ketika menjelang sore. Semua duduk melingkar, menyeruput minuman, bercengkrama dan pastinya berfoto bersama. Sedangkan aktivitas malam setelah apel pengecekan kelengkapan personil, biasa dihabiskan di kamar masing-masing atau kantin.

Bila dikatakan jenuh hidup di kapal? Tidak juga. Mereka yang berfrofesi berlayar membelah dunia toh bisa juga bertahan. Tips agar bisa bertahan adalah kehadiran teman seperjuangan. Seperjuangan ketika tidak mendapat kamar, seperjuangan menjaga barang, bahkan seperjuangan saling mengambilkan makan. Semua bisa diatasi. Seperti kata peribahasa : "Semalam di bawah nyiur pinang orang, kala di turut".

Kaimana, 20 Mei 2016


RECENT POSTS:
SEARCH BY TAGS:
No tags yet.
bottom of page